Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) menyatakan bahwa hukuman mati di Indonesia bertentangan dengan hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945. Selain itu hak hidup dan kematian disebutnya sebagai kedaulatan Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat.
“Sikap kami itu tidak setuju dengan hukuman mati karena sangat bertentangan dengan hak asasi manusia UUD 1945 pasal 28i itu hak hidup itu adalah mutlak tidak bisa diganggu gugat. Dan Tuhan sendiri juga memberikan hak hidup bagi manusia, jadi berapapun dosa dan kesalahan manusia itu hak Tuhan untuk mencabutnya,” ujar Kabid Hukum PGLII, Hendra Hariyanto di Jakarta, Rabu (21/01/2014).
Hendra menambahkan bahwa seharusnya hukuman seumur hidup menjadi hukuman yang paling berat untuk dijatuhkan pada para terpidana kasus narkotika. “Seharusnya para terpidana ini mendapat hukuman seumur hidup. Ini sudah lebih berat daripada hukuman mati. Mereka akan menjadi contoh, tetapi tidak perlu dihukum mati.”
Untuk itu pihaknya meminta agar pemerintah segera merevisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai hukuman mati. “Tentunya pemerintah harus segera merevisi KUHP ini. KUHP kita memang masih mengadopsi hukuman mati. Padahal Belanda yang menjadi sumber dari KUHP di Indonesia ini telah lama menghapuskan hukuman mati, makanya dia tidak setuju (atas eksekusi terhadap 6 terpidana mati narkotika),” tegasnya.
Sumber : Jawaban.com | Daniel Tanamal